Sabtu, 28 Februari 2015

Agen Asuransi itu Profesi, Bukan Kerja Sambilan

Agen Asuransi itu Profesi, Bukan Kerja Sambilan

Saya masih ingat. Persis setelah gagal jadi penjual mobil, saya coba lagi peruntungan di dunia jualan dengan menjadi agen asuransi. Waktu itu jalurnya lewat lowongan kerja. Namanya juga masih baru lulus kuliah, saya tidak tahu apa dan bagaimana asuransi. Pokoknya begitu lihat ada lowongan jadi agen, saya langsung mendaftar.

Bayangan waktu itu, jadi agen sama dengan jadi sales pada umumnya. Ada target jualan. Digaji bulanan. Ternyata bayangan gaji buyar dengan seksama begitu tahu bahwa agen itu gak digaji. Pendapatannya murni didapat dari hasil jualan. Itulah sebabnya potongan biaya atas premi di tahun pertama sangat besar, antara lain untuk membayar jasa marketing yang dilakoni si agen tadi. Setelah mengikuti pelatihan tiga hari, saya mundur teratur. Bukan karena tidak digaji, tapi lebih karena, lagi-lagi, gak sukses jualan.


Tapi dari situ saya jadi paham soal asuransi. Lebih tepatnya asuransi berbasis syariah.

Lompat sekian tahun kemudian, atau tepatnya tahun lalu, saya ditawari jadi agen oleh saudara yang waktu itu sukses menawarkan produk asuransi pendidikan berbasis syariah untuk anak ketiga. Tapi karena sudah kadung nyemplung di bidang media dan informasi, dan lagi semangat-semangatnya mengembangkan kemampuan di media sosial, saya memilih untuk tidak masuk, sambil mendorong istri untuk mencobanya.

Menjadi agen, berdasarkan informasi yang saya dapat selama ini, jauh dari kesan kerja sambilan. Ada target yang harus dikejar. Ada tim yang harus dibentuk. Ada pelayanan terhadap pelanggan yang harus dipenuhi dan ditangani dengan teliti dan penuh kesabaran. Semakin banyak klien, semakin besar tanggungjawabnya. Semakin banyak agen yang berhasil direkrut, semakin banyak juga kerja yang harus dituntaskan. Mulai dari memotivasi dan membimbing tim, sampai memastikan setiap tim bekerja sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Meskipun tidak digaji, tidak masuk daftar karyawan, tapi agen tak ubahnya sebuah profesi yang menuntut keseriusan dan kerja keras. Ini adalah perpaduan antara jualan dan MLM. Gabungan antara mencari nasabah dan membentuk tim kerja. Semakin besar omset yang dihasilkan oleh tim, maka semakin tinggi jenjang karir yang didapat. Pada saat itulah target yang harus dicapai semakin besar, agar karir semakin tinggi lagi.

Saat satu kali mengantar istri yang saat ini sudah jadi agen resmi ke satu sesi pertemuan di timnya, saya mendapati bahwa pimpinan tim itu, yang sudah meraih jabatan tertinggi di jenjang karir keagenan asuransi Prudential, sudah memiliki sebuah kantor di gedung bertingkat di kawasan Rasuna Said. Kantor itu bukan representasi perwakilan Prudential, tapi satu dari sekian banyak tim agen penjualan yang beroperasi di Jakarta. Dia meniti karir dari bawah sebagai agen biasa, sampai akhirnya memiliki omset dan penghasilan besar yang menuntutnya untuk membentuk kantor operasional sebesar itu.

Orang asuransi bilang, menjadi agen adalah satu cara untuk berkarir secara mandiri. Bebas menentukan jam kerja. Tidak terikat aturan perusahaan yang menetapkan delapan jam ngantor.

Tapi pada prinsipnya, menjadi agen adalah pilihan dalam mendapatkan penghasilan. Sama baiknya dengan pilihan menjadi pengusaha atau karyawan. Kalau hanya dijadikan sambilan, maka jenjang karir yang didapat akan cenderung jalan di tempat. Bahkan mati di tengah jalan, yang pada akhirnya merugikan pembeli polis yang notabene adalah orang-orang terdekat si agen.

Bagaimana tidak. Ketika seorang agen tidak lagi aktif atau mengundurkan diri, urusan administrasinya akan dialihkan ke agen lain yang belum tentu dia kenal. Ketika ada klaim, boleh jadi akan muncul masalah karena kedekatan antara agen dan pembeli polis jadi berjarak.

Begitu kurang lebih yang saya pahami dari sistem keagenan di Prudential. Boleh jadi produk asuransi merek lain punya aturan main yang berbeda.

Saudara saya yang dulu berhasil membuat saya membeli polis, lalu sekarang berhasil merekrut istri saya sebagai agen, bisa saya sebut sebagai contoh agen yang gigih. Untuk meyakinkan saya bahwa polis asuransi adalah kebutuhan, dia perlu sekian kali bertandang ke rumah, ngobrol di banyak kesempatan, sampai akhirnya saya sadar bahwa asuransi adalah kebutuhan.

Agen seperti inilah yang dibutuhkan oleh pemegang polis. Paling tidak, ketika harus mengajukan klaim, ada orang terdekat yang siap membantu dan mempercepat prosesnya. Rasa aman dan nyaman adalah layanan terpenting dalam asuransi. Dan agen yang baik adalah yang mampu menjaga rasa itu selama setidaknya 10 tahun mencicil premi bulanan.

Saya mendukung istri menjalani profesi ini lantaran prospek asuransi masih sangat besar. Coba lihat berapa banyak orang Indonesia yang sudah punya polis asuransi. Masih sedikit sekali.

Data Fitch Media Department menyebutkan, penetrasi asuransi di Indonesia, seperti dikutip Investor Daily Indonesia, mencapai 1,7%. Jauh lebih kecil dibandingkan negeri jiran, Singapura dan Malaysia, yang penetrasinya sudah mencapai 4%.

Jumlah pemegang polis asuransi di Indonesia tercatat hanya sekitar 63 juta, dimana 10 juta adalah pemegang polis individual dan 53 juta adalah pemilik polis gabungan. Dan hanya 3% masyarakat Indonesia yang memiliki asuransi kesehatan.

Kata kunci asuransi adalah proteksi masa depan. Orang Indonesia sebenarnya sudah banyak yang memproteksi aset yang dimiliki, tapi sayang proteksi itu dilakukan karena dipaksa pihak lain. Maksud saya, ketika Anda membeli mobil atau motor dengan fasilitas cicilan, pihak leasing akan mewajibkan Anda mengeluarkan uang untuk asuransi all-risk kendaraan sekian tahun lamanya sampai cicilannya lunas. Artinya, asuransi dibeli karena kebutuhan pihak pemberi jasa cicilan, bukan karena kebutuhan pemilik kendaraan.

Dan menurut saya, proteksi paling krusial adalah terkait biaya kesehatan dari tahun ke tahun yang selalu bertambah mahal. Uang tabungan atau deposito yang dikumpulkan berbulan-bulan belum tentu sejalan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk rawat-inap sekian tahun ke depan. Sekarang tingkat kesadaran masyarakat dalam membeli polis memang masih sangat rendah. Tapi satu saat ini, atau setidaknya lima tahun ke depan, ketika pemerintah telah menerapkan jaring pengaman sosial yang salah satu implementasinya mewajibkan setiap warga negera memiliki polis asuransi, produk ini akan menjadi bisnis yang diminati banyak pekerja.

Dan saat itulah agen asuransi benar-benar tidak bisa lagi dijadikan kerja sambilan, tapi sebagai sebuah profesi yang harus dilakoni secara serius dan profesional. Sebelum hari itu tiba, Anda bisa mulail merintisnya dari sekarang. Karena percayalah. Lima tahun ke depan itu bukanlah waktu yang lama. ditulis oleh Iskandarjet dalam kompasiana.
baca juga:


demikan sekilas tentang Agen Asuransi itu Profesi, Bukan Kerja Sambilan. semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar