Sabtu, 22 November 2014

Membasmi Kesialan dan Menjadi Super Beruntung

Membasmi Kesialan dan Menjadi Super Beruntung

Bayangkan bahwa anda menjadi atlet Olimpiade dan berhasil memenangkan medali perunggu nomor lari atletik. Tentu Anda akan senang, gembira berbunga-bunga.

Bayangkan tahun berikutnya Anda kembali mengikuti lomba atletik dan kali ini meraih medali perak. Tentu Anda semakin gembira.

Betul demikian? Ternyata tidak.
Riset menunjukkan bahwa "atlit peraih medali perunggu lebih merasa puas dibandingkan dengan peraih perak".

Mengapa demikian?
medali perak relatif kurang puas karena merasa ‘dengan sedikit usaha lagi’ dia bisa meraih emas. Sedangkan peraih medali perunggu merasa sangat puas karena ‘untung tidak kurang usaha’ sehingga akhirnya masih bisa mendapat medali.
Ada seorang Pramugari bernama Patricia.

Salah satu penerbangannya terpaksa berhenti sementara karena ada penumpang mabuk dan bertindak kasar. Penerbangan lainnya tersambar petir. beberapa minggu kemudian penerbangannya terpaksa mendarat darurat. Patricia ini benar-benar pembawa sial dan juga sial. Dia juga berkali-kali putus dengan pacarnya, dan sepertinya selalu berada di waktu dan tempat yang salah.

Hal-hal tersebut diatas akhirnya menimbulkan minat Professor Richard Wiseman, seorang Propesor bidang Psikologi dari University of Hertfordshire Inggris, Ia kemudian meneliti hal-hal yang membedakan orang-orang beruntung dengan orang-orang yang sial. Wiseman kemudian merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial.

Jadi, di dalam salah satu penelitian tentang the Luck Project ini, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada dua kelompok tadi. Orang2 dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan tugas ini. Sementara mereka dari kelompok si Untung hanya perlu beberapa detik saja!
Lho kok bisa?
Ya, karena sebelumnya pada halaman ke dua Wiseman telah meletakkan tulisan yang tidak kecil berbunyi "berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini". Kelompok sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar.

Bahkan, lebih iseng lagi, di tengah-tengah koran, Wiseman menaruh pesan lain yang bunyinya: 
"berhenti menghitung sekarang dan bilang ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan $250!
Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi! 
Mereka memang benar2 sial!!.
Ternyata memang benar bahwa orang-orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka yang sial. Penelitian Wiseman menunjukkan bahwa orang beruntung menggunakan ‘counter-factual thinking’ untuk meredam dampak dari kejadian buruk. 
Psikolog menyebut ‘counter-factual’ sebagai kemampuan imajinasi untuk membayangkan kejadian lain yang mungkin terjadi sebagai kemungkinan alternatif kejadian sesungguhnya yang kita alami.

Menurut Profesor Richard Wiseman, keberuntungan bukan hanya sekedar tentang menciptakan dan menangkap peluang namun juga prinsip penting lainnya yaitu bagaimana cara kita menyikapi nasib buruk

Singkatnya, dari penelitian yang diklaimnya "scientific" ini, Wiseman menemukan 4 (empat) faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:

Sikap terhadap peluang

Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang datang.
Bagaimana hal ini dimungkinkan?
Ternyata orang-orang yg beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan- kemungkinan baru.

Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permata-nya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: "Mr. Buffet!" Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung. 
Tapi Helzber berpikir lain. 
Ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permata-nya. Maka Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffet, face-to-face. Setahun kemudian Buffet setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.

Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan

Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan "hati nurani" (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari "gut feeling". Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan.

Ada metoda untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur. 
Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan semakin tajam. Intuisi itu sering muncul dalam berbagai bentuk, 
misalnya: - Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami. "Gue kok tiba-tiba deg-deg an ya, mau dapet rejeki kali", semacam itu. Badan kita sesungguhnya sering memberi isyarat-isyarat tertentu yang harus Anda maknakan. 
Contohnya: merasa tiba-tiba excited setiap kali melintasi kantor perusahaan tertentu. Beberapa tahun kemudian ternyata bekerja di kantor tersebut.

Selalu berharap kebaikan akan datang

Orang yang beruntung ternyata selalu “Ge-eR” terhadap kehidupan. 
Selalu berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. 
Dengan sikap mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain. 
Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana, tanya orang sukses yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis kedepan. Pasti mereka akan menceritakan optimisme dan harapan.

Mengubah hal yang buruk menjadi baik

Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya.

Dalam salah satu tesnya, Prof Wiseman meminta tanggapan kepada kelompok orang beruntung dan orang yang merasa sial atas suatu kejadian imajinatif di bank. Mereka diminta membayangkan sedang berada di bank saat tiba-tiba terjadi perampokan. Tanpa sengaja perampok menembakkan senjata sehingga mengenai lengan tangan dan menyebabkan luka parah. Para partisipan percobaan diminta memberikan tanggapan tentang hal itu. 
Apakah kejadian ini untung atau sial? 

  • Kelompok orang yang merasa tidak beruntung cenderung mengatakan bahwa mereka sial karena berada di bank pada saat yang salah. 
  • Kelompok orang yang beruntung sebaliknya mengatakan bahwa situasi bisa lebih buruk dari yang mereka alami. “Untung cuma kena tangan, coba kalau kena kepala…” demikian komentar partisipan yang masuk kelompok orang-orang beruntung. Partisipan lain bahkan mampu membalik nasib buruk itu menjadi kemungkinan nasib baik. “Kamu bisa jual ceritamu ke koran dan mendapat uang… “, ujarnya.

Orang beruntung cenderung mambayangkan kejadian yang mungkin lebih buruk

sehingga mereka merasa beruntung dengan kejadian yang telah menimpa mereka
Hal ini membuat mereka merasa lebih baik tentang nasib mereka, membuat mereka tetap optimis dengan masa depan, dan meningkatkan kemungkinan untuk menikmati kehidupan yang beruntung di kemudian hari.

Setelah 10 tahun meneliti faktor keberuntungan, Profesor Richard Wiseman mengambil kesimpulan bahwa keberuntungan lebih disebabkan pikiran dan perilaku. Lebih penting lagi bahwa setiap orang mempunyai kesempatan meningkatkan peruntungan di dalam hidupnya.

Untuk meningkatkan keberuntungan, menurut dia, bukanlah merupakan hal mistis.

Latihan yang diberikan Wiseman adalah dengan membuat "Luck Diary", buku harian keberuntungan.
Awalnya setiap murid diminta untuk menggambarkan berapa beruntung dia dan berapa puas mereka dalam enam hal utama di kehidupannya. Setiap hari, peserta harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi. Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka. Awalnya mungkin sulit, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yang mereka tuliskan.

Setelah itu mereka diajari empat prinsip keberuntungan dan dijelaskan bagaimana orang-orang yang beruntung menggunakan hal itu dalam kehidupannya. Dijelaskan pula bagaimana kiat sederhana untuk berperilaku seperti orang beruntung, misalnya menggunakan berbagai cara untuk menciptakan peluang, mengubah rutinitas dengan mencoba hal baru, dan berimajinasi kejadian yang lebih buruk daripada yang sedang ia hadapi sekarang. Para murid diminta menggunakan kiat itu selama beberapa bulan.

Hasilnya dramatis. Sebanyak 80% murid menjadi lebih bahagia, lebih puas dengan kehidupannya, dan menjadi lebih beruntung. Yang awalnya sial berubah menjadi beruntung, dan yang awalnya beruntung menjadi lebih beruntung lagi.

Dan ketika mereka melihat beberapa hari kebelakang Lucky Diary mereka, mereka semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan sesuai prinsip "law of attraction", semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky events yang datang pada hidup mereka.

Masih ingat pramugari "sial" Praticia di atas?

Nah, Patricia merupakan salah satu partisipan “sial” yang ikut dalam program latihan yang diberikan oleh Prof Wiseman dan setelah ikut pelatihan tersebut, Patricia akhirnya menjadi orang yang berbeda. Segala kesialannya lenyap, tak lagi mengalami penerbangan bermasalah, dan menjadi lebih bahagia dengan hidupnya. Murid yang lain menemukan pasangan hidup lewat pertemuan tak sengaja, dan ada juga yang mendapat promosi pekerjaan lewat suatu kesempatan tak disangka.

Jimat Bisa Membawa Keberuntungan

Hasil studi tim peneliti dari Inggris menemukan bahwa jimat keberuntungan bisa benar-benar membawa keberuntungan, tapi hanya dalam pikiran orang yang membawanya. Dalam realitas, peluang sebenarnya memang sudah ada di sana, bukan karena adanya jimat tersebut.

Walau begitu, mereka yang membawa jimat kebanyakan merasa amat beruntung dan merasa lebih percaya diri. Studi tersebut dilakukan oleh tim peneliti dari Psychology Departmen, University of Hertfordshire, yang dipimpin oleh Profesor Richard Wiseman.

Hasil studi menunjukkan membawa jimat keberuntungan saat mengambil nomor lotere, sama sekali tak membantu untuk menang. Akan tetapi, 30% dari mereka yang membawa jimat mengaku keberuntungan mereka meningkat dengan mendapatkan nomor-nomor yang ‘menyerempet’.
Intinya, jika dipakai untuk hal-hal yang amat tergantung dari peluang, seperti mendapatkan nomor lotere, jimat tidak ada efeknya,”
Namun untuk keberuntungan dalam sisi kehidupan lainnya, jimat membantu orang bersangkutan memperbesar kesempatan untuk mendapatkannya.”
itulah kata Profesor Richard Wiseman. Hal itu disebabkan pembawa jimat umumnya merasa lebih percaya diri, aman, dan optimis akan masa depan mereka, tambahnya.

Dalam studi tersebut, tim peneliti meminta sekitar 100 orang yang tersebut di Inggris untuk membawa ulang logam jaman Ratu Victoria yang selama banyak yang menganggapnya sebagai jimat keberuntungan.

Partisipan diminta untuk membawa jimat tersebut dan mencacat keberuntungan mereka dalam hal kesehatan dan keuangan. Mereka yang melaporkan jimat tersebut ada efeknya, mengatakan bahwa keberuntungan mereka naik sampai 50%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar